Selasa, 13 November 2012

kebutuhan seksual

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan dan ingin diperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui suatu usaha atau tindakan. Salah satu kebutuhan mendasar yang kita ketahui adalah kebutuhan seksual karena kebutuhan seksual merupakan yang harus benar-benar terpenuhi dan apabila kebutuhan seksual ini tidak terpenuhi semestinya maka akan terjadi sesuatu penyimpangan seksual.
Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Seksualitas di defenisikan sebagai kualitas manusia, perasaan paling dalam, akrab, intim dari lubuk hati paling dalam, dapat pula berupa pengakuan, penerimaan dan ekspresi diri manusia sebagai mahluk seksual. Karena itu pengertian dari seksualitas merupakan sesuatu yang lebih luas dari pada hanya sekedar kata seks yang merupakan kegiatan fisik hubungan seksual.
Perkembangan seks manusia berbeda dengan binatang dan bersifat kompleks. Jika pada binatang seks hanya untuk kepentingan mempertahankan generasi atau keturunan dan dilakukan pada musim tertentu dan berdasarkan dorongan insting. Pada manusia seksual berkaitan dengan biologis, fisiologis, psikologis, sosial dan norma yang berlaku. Hubungan seks manusia dapat dikatakan bersifat sacral dan mulia sehingga secara wajar hanya dibenarkan dalam ikatan perkawinan. Jika hubungan seks binatang dapat dilakukan di sembarang tempat, tidak demikian halnya manusia, karena dalam melakukan hubungan seks diperlukan tempat yang layak, sesuai dengan norma tertentu dan didahului oleh satu permainan yang mengasyikkan. Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia sesuai dengan makin bertambahnya umur dan dimulai sejenak kelahirannya.
1.2 Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas tentang materi kebutuhan dasar manusia khususnya kebutuhan seksual, sehingga kita dapat mengetahui gambaran keperawatan secara umum tentang kebutuhan seksual mencakup pengertian dasar, ilmu keperawatan, kebutuhan seksual, masalah terkait dengan keperawatan. Diharapkan, makalah ini dapat memberikan penjelasan terutama tentang kebutuhan dasar manusia di dalam kebutuhan seksual.
1.3 Sistematika penulisan
BAB I (PENDAHULUAN)
BAB II (TINJAUAN TEORI)
BAB III (PEMBAHASAN)
BAB IV (KESIMPULAN & SARAN)
BAB V (PENUTUP)

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Tentang Seksualitas
Seksualitas sulit untuk didefinisikan karena seksualitas memiliki banyak aspek kehidupan kita dan diekspresikan melalui beragam prilaku. Seksualitas bukan semata-mata bagian intrinsik dari seseorang tetapi juga meluas sampai berhubungan dengan orang lain. Keintiman dan kebersamaan fisik merupakan kebutuhan sosial dan biologis sepanjang kehidupan. Banyak orang salah berfikir tentang seksualitas hanya dalam istilah seks. Seksualitas dan seks, bagaimana pun, adalah suatu hal yang berbeda. Kata seks sering digunakan dalam dua cara. Paling umum seks digunakan untuk mengacu pada bagian fisik dari berhubungan, yaitu aktifitas seksual genital. Seksualitas dilain pihak adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin yang berbeda atau sama dan mencangkup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi. Seksualitas berhubungan dengan bagaimana seseorang merasa tenang diri mereka dan bagaimana mereka mengomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain melalui tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, dan senggama seksual dan melalui prilaku yang lebih halus.
Proses bagaimana seseorang mengetahui diri mereka sebagai wanita atau pria tidak jelas dipahami. Terlahir dengan genitalia pria atau wanita dan selanjutnya mempelajari peran sosial wanita atau pria tampak sebagai suatu keharusan, namun hal ini tidak menjelaskan semua variasi seksualitas dan perilaku seksual. Keragaman ini lebih dapat dipahami ketika perawat mengingat bahwa seksualitas adalah saling menjalin dengan semua aspek diri. Pertimbangan tentang seksualitas dan kesehatan seksual karenaya, membutuhkan perspektif holistic. Seksualitas dan kesehatan seksual memiliki dimensi sosiokultural, etika, psikologis dan biolog
2.2 Sikap Terhadap Kesehatan Seksual
Sikap yang ditujukan pada perasaan dan perilaku seksual berubah sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan seseorang sampai menjadi tua. Perubahan ini mungkin menjadi lebih tradisional atau liberal karena perubahan masyarakat, umpan balik dari orang lain, dan keterlibatan dalam kelompok keagamaan dan komunitas.
Karena kesejahteraan mencakup kesehatan seksual, maka seksualitas harus menjadi bagian dari program perawatan kesehatan. Namun pengkajian dan interpensi seksual tidak selalu termasuk dalam perawatan. Bidang seksualitas mungkin bersifat sangat emosional bagi perawat dan klien. Kurang informasi, konflik sistem nilai, ansietas, atau rasa bersalah mungkin tidak memberlakukan maksud terbaik perawat untuk meningkatkan kesehatan seksual. Klien mungkin tidak mendiskusikan kekhawatiran seksual tertentu karena mereka merasa topik seperti ini berlebihan atau mereka takut bahwa perawat akan menghakimi mereka. Perawat mungkin mengabaikan isyarat klien tentang kekhawatiran seksual karena mereka merasa tidak nyaman dengan seksualitas. Kata – kata seperti masturbasi, homoseksualitas, aborsi dan orgasme mungkin mempunyai konotasi emosional yang dapat membantu orang merasa tidak nyaman. Pada tingkat yang lebih halus, infasi terhadap privasi, kurang dihargai pada klien yang dirawat di rumah sakit, memerlukan waktu untuk bersama pasangan seksual, atau bahkan cara perwat menyentuh klien mencerminkan sikap yang ditujukan kepada seksualitas.
• Sikap seksual klien
Semua orang mempunyai sistem nilai seksual yaitu keyakinan pribadi dan keinginan yang berkaitan dengan seksualitas yang dapat sepanjang hidupnya. Pengalaman ini dapat membuat mudah bagi klien untuk berhadapan dengan masalah lingkungan perawatan kesehatan atau dapat menghambat klien untuk mengekspresikannya. Beberapa klien mungkin bingung tentang sistem nilai seksual mereka dan karenanya mengalami perasaan ambigu atau menegangkan ketika menghadapi seksualitas mereka sendiri. Selain itu, jika klien percaya dalam peran yang sesuai berdasarkan tradisional,mereka mungkin menganggap perawat sebagai wanita dan bersikap tunduk.Gambaran historing tentang perawat adalah seseorang dengan kedisiplinan, kesucian, dan kebersihan. Karena perawat mempunyai hak untuk menyentuh tubuh klien yang dirawat di rumah sakit dan melakukan kebersihan diri klien, maka mereka diharapkan menekan seksualitas mereka sendiri. Namun demikian, perhatian utama tentang klien adalah apakah prilaku, sikap, perasaan, dan sikap seksual spesifik adalah normal. Karena masyarakat tidak didorong untuk secara terbuka membicarakan tentang seksualitas.
Klien mungkin kuatir tentanf efek intervensi keperawatan terhadap kemampuan perawatan diri dan aktivitas seksual mereka. Suatu cedera atau penyakit dapat menyebabkan perubahan dalam cara seseorang mengekspresikan diri sendiri secara seksual. Klien yang dirawat harus diberi privasi ketika dikunjungi oleh pasangan seksualnya. Privasi ini memungkinkan waktu untuk pembicaraan intim, menyentuh, atau berciuman. Di lingkungan rumah, perawat meluangkan waktu untuk membantu klien beradaptasi terhadap setiap keterbatasan fisik sehingga aktivitas seksual dapat dipertahankan.
• Sikap Perawat terhadap Seksualitas
Karena profesional keperawatan kesehatan mewakili masyarakat dan sikap serta prilaku seksualnya yang beragam, maka keragaman itu dipahami dan diharapkan diantara profesional perawatan kesehatan. Perawat dapat menghadapi sikap personal dengan menerima keberadaan mereka, menggali sumber mereka, dan menemukan cara untuk bekerja dengan mereka. Prilaku profesioanl tidak harus berkompromi dengan etik seksual personal dari perawat dan klien. Prilaku profesional harus menjamin bahwa klien menerima perawatan kesehatan terbaik yang paling mungkin tanpa menghilangkan nilai-diri mereka.
Perawat mungkin menemukan kesulitan untuk tidak menghakimi seksualitas klien ketika orientasi atau nilai seksual klien berbeda. Situasi yang tampak aneh atau salah bagi perwat mungkin tampak normal dan dapat diterima oleh klien. Dengan berupaya untuk mengubah sikap dan prilaku seksual klien akan mengabaikan perbedaan mendasar dalam sikap di antara manusia. Promosi tentang edukasi seks dan pemeriksaan nilai dan keyakinan seksual dengan jujur dapat membantu dalam mengurangi bias seksual. Klien membutuhkan informasi yang akurat, jujur tentanf efek penyakit pada seksualitas dan cara yang dapat menunjang kesejahteraan.
2.3 Seks Ditinjau dari Masalah Sosial
Secara sosial hubungan seks baru diperbolehkan bila telah terikat dalam perkawinan. Ditengah masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila,belum dapat diterima kehamilan tanpa status perkawinan yang resmi,atau hidup bersama tanpa pernikahan.Menghadapi gerakan keluarga berencana dianjurkan untuk menikah pada usia yang relatif dewasa (20-25 tahun) sehingga diperlukan waktu panjang mencapai umur itu.
Menghadapi penundaan perkawinan ini para remaja memerlukan penyaluran diri sehingga terhindar dari berbagai aspek hubungan seks yang dilakukan secara sembrono.
Hubungan seks yang bebas sudah tentu akan menimbukan akibat yang tidak diinginkan yaitu kehamilan yang belum dikehendaki,penyakit hubungan seks dan penyakit radang panggul,akhirnya terjadi kemandulan.Dalam situasi masa pancaroba dan menunggu sampai usia kawin inilah peranan orang tua sangat penting mengarahkan remaja menuju tingkah laku tang positif dan terutama dalam pendidikan sehingga dapat mencapai sasaran belajar yang dikehendaki.Disamping itu tingkah laku orang tua pun tidak kalah pentingnya menjadi contoh dan menjadi panutan remaja dalam bertingkah laku. Mendampingi remaja saat ini sangat penting sehingga tercapai cita – cita dan tidak mengurangi masa depan yang lebih baik. Pendidikan seks sangat diperluka, sehingga terdapat pengertian yang benar tentang berbagai masalah hubungan seksual.
2.4 Hubungan Seks dalam Keluarga
Hubungan seksual dalam keluarga merupakan puncak keharmonisan dan kebahagiaan, oleh karena itulah kedua belah pihak harus dapat menikmatinya bersama. Perlu diakui bahwa pada permulaan perkawinan sebagian besar belum mampu mencapai kepuasan bersama, karena berbagai kendala. Setelah tahun pertama sebagian besar sudah mengerti dan dapat mencapai kepuasan bersama. Didasari bahwa pencapaian organisme pria sebagian besar terjadi lebih dahulu, sedangkan untuk wanita lebih lambat sehingga diperlukan permainan dengan cumbuan yang sempurna. Sekalipun bukan satu-satunya yang dapat memegang kendali kerukunan rumah tangga, tetapi ketidak puasan seks sudah dapat menimbulkan perbedaan pendapat, perselisihan dan akhirnya terjadi perceraian.Itulah sebabnya masalah seksual sebaiknya dibicarakan secara terbuka sehingga tidak mengecewakan dalam keluarga.
2.5 Seks pada Lansia
Pada usia lanjut tidak ada halangan untuk meningkatkan hubungan seks, hanya frekuensinya tentu makin berkurang, tetapi diharapkan kualitasnya makin meningkat untuk keharmonisan keluarga.Usia lanjut pria dan masa klimakterium atau menopause, bukanlah halangan untuk melakukan hubungan seksual. Kadang-kadang, karena sudah tidak takut hamil, mungkin kepuasan seks dapat meningkat. Masalah yang dihadapi hubungan seks masa usia lanjut adalah keinginan seksual sudah berkurang, daerah erogen (erotik) kurang sensitif sehingga memerlukan rangsangan intensif, agak sulit mencapai orgasme. Oleh karena itu tidak salah bila golongan usia lanjut ini memerlukan bantuan yang salah satunya memutar film erotik yang dapat membangkitkan fantasi seks. Akan sangat keliru bila masyarakat menyalahkan tindakan ini sebagai tidak tahu diri, sudah tua kok masih menonton film biru semacam itu. Untuk menghindari cemoohan masyarakat sebaiknya pemutaran film ini dilakukan dalam kamar tersendiri dan hanya ditonton berdua. Tidak ada alasan bagi individu tidak dapat tetap aktif secara seksual sepanjang mereka memilihnya. Hal ini dapat secara efektif dipenuhi dengan mempertahankan aktifitas seksual secara teratur sepanjang hidup. Terutama sekali bagi wanita, hubungan senggama teratur membantu mempertahankan elastisitas vagina, mencegah atrofi, dan mempertahankan kemampuan untuk lubrikasi. Namun demikian, proses penuaan mempengaruhi prilaku seksual. Perubahan fisik yang terjadi bersama proses penuaan harus dijelaskan kepada klien lansia. Lansia mungkin juga menghadapi kekuatiran kesehatan yang membuat sulit bagi mereka untuk melanjutkan aktifitas seksual. Dewasa yang menua mungkin harus menyesuaikan tindakan seksual dan berespons terhadap penyakit kronis, medikasi, sakit dan nyeri, atau maslah kesehatan lainnya.
2.6 Seks pada Kehamilan
Perubahan lain yang dapat terjadi pada aktivitas seks adalah pada masa hamil. Keinginan seks pada waktu hamil sebagian besar tidak berubah, bahkan sebagian kecil makin meningkat, berkaitan dengan meningkatnya hormon estrogen. Oleh karena itu hubungan seks waktu hamil, bukanlah merupakan halangan. Pada kehamilan makin tua teknik pelaksanaannya agak sulit, karena perut makin membesar. Pada saat itu dapat dilakukan posisi siku lutut wanita. Dikemukakan bahwa menjelang dua minggu persalinan diharapkan jangan melakukan hubungan seks, karena dapat terjadi ketuban pecah dan memulai persalinan.
Pada waktu hamil hubungan seks harus dihindari pada keadaan keguguran berulang,hamil dengan perdarahan, hamil dengan tanda infeksi, kehamilan dengan ketuban yang telah pecah, atau hamil dengan luka di sekitar alat kelamin luar. Perubahan dalam seksualitas juga berlanjut setelah persalinan. Beberapa wanita mungkin tetap tidak berminat atau kehilangan respons seksual selama 6 bulan atau lebih. Perubahan hormonal, terutama penurunan estrogen, penurunan jumlah lubrikan yang mempunyai bahan dasar air. Keletihan yang disebabkan oleh menyusui dan gangguan tidur serta perubahan umum dalam tugas dan rutinitas rumah tangga secara negatif mempengaruhi keinginan seksual pada kedua pasangan. Takut tentang rasa nyeri vagina atau luka episiotomi juga dapat mengganggu aktivitas seksual. Secara fisiologis, pasangan harus menahan untuk tidak melakukan hubungan senggama sampai perdarahan terhenti dan luka episiotomi dan ketidaknyamanan vagina menghilang. Hal ini sering terjadi 2 atau 3 minggu setelah kelahiran. Selama periode awal ini dan bahwa dengan menyusui, pasangan perawatan kesehatan harus mendiskusikan tentang pilihan keluarga berencana.
Kurangnya hasrat seksual dan aktivitas seksual selama kehamilan dan setelah persalinan adalah hal yang wajar. Perawat harus memastikan bahwa pasangan mengetahui kemungkinan berkurangnya keinginan seksual sehingga pasangan tidak menginterpretasikan ketidakinginan istrinya dalam berhubungan senggama sebagai penolakan. Pengekspresian seksualitas dan kasih sayang dengan cara lain dapat diberikan. Aktivitas ini dapat mencakup memeluk, berciuman, memegang tangan, dan pijat.


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian kebutuhan seksual
Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan dan ingin diperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui suatu usaha atau tindakan (Murray dalam Bherm, 1996)
Kebutuhan Seks (Sex Needs), yaitu kebutuhan pelampiasan dorongan seksual, bagi mereka yang sudah matang fungsi biologisnya. Kebutuhan akan seks bagi manusia sudah ada sejak lahir. Seks tergolong dalam kebutuhan primer – yang sama dengan kebutuhan: makan, minum, mandi, berpakaian, tidur, bangun, bekerja, buang air besar, atau buang air kecil. Aktiviats-aktivitas rutin ini dilakukan setiap manusia sepanjang hidup. Orang bisa berpuasa tetapi dalam batas waktu tertentu. Dan itulah yang disebut dengan kebutuhan seks.
Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi perasaan dua orang individu secara pribadi yang saling menghargai memperhatikan, dan menyayangi sehingga terjadi hubungan timbal balik antara kedua individu tersebut ( Alimut , 2006).

3.2 Identifikasi kebutuhan dasar seksual
Pembentukan karakter manusia berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan seksual, seiring pertambahan umurnya. Asumsi ini dikupas tuntas dalam “teori perkembangan psikoseksual “dari Sigmund Freud, keenam fase tersebut di antaranya fase oral, anal, phallic, latency, dan genital, dimana setiap manusia memiliki fase psikoseksual yang seragam dan ditentukan oleh pertambahan umur. Apa-apa yang dialami manusia dalam setiap fasenya akan berpengaruh terhadap kepribadian final.
Perkembangan seksual diawali dari masa pranatal dan bayi, kanak-kanak, masa pubertas, masa dewasa muda dan pertengahan umur, serta dewasa.
3.2.1. Masa Pranatal dan Bayi
Pada masa ini komponen fisik dan biologis sudah mulai berkembang. Berkembangannya organ seksual mampu merespons rangsangan, seperti adanya ereksi penis pada laki-laki dan adanya pelumas vagina pada wanita. Perilaku ini terjadi ketika mandi, bayi merasakan adanya perasaaan senang. Menurut sigmund freud, tahap perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah :
1. Tahap oral, terjadi pada umur 0-1 tahun. Kepuasan, kesenangan, atau kenikmatan dapat dicapai dengan menghisap, mengigit, mengunyah, atau bersuara. Anak memiliki ketergantugan sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman. Masalah yang diperoleh pada tahap ini adalah masalah menyapi dan makan.
2. Tahap anal, terjadi pada umur 1-3 tahun. Kepuasan pada tahap ini terjadi pada saat pengeluaran feses. Anak mulai menunjukan keakuanny, sikapnya sangat narsitik (cinta terhadap diri sendiri), dan egois. Anak juga mulai mempeljari struktur tubuhnya. Pada tahap ini anak sudah dapat dilatih dalam hal kebersihan.
3.2.2. Masa Kanak-kanak
Masa ini dibagi dalam usia toddler, prasekolah, dan sekolah perkembangan seksual pada masa ini diawali secara biologis atau fisik, sedangkan perkembangannya psikosesksual pada masa ini adalah :
1. Tahap oedipal/phalik, terjadi pada umur 3-5 tahun. Kepuasaan anak terletak pada rangsangan otoerotis, yaitu meraba-raba, mersakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya. Anak juga mulai menyukai lain jenis. Anak laki cendrung suka pada ibunya daripada ayahnya, sebaliknya anak perempuan lebih suka pada ayahnya, anak mulai dapat mengindentifikasi jenis kelamin dirinya, apakah laki-laki atau perempuan, belajar melalui interaksi dengan figur orang tua, serta mulai mengembangkan peran sesuai dengan jenis kelaminnya.
2. Tahap laten, terjadi pad umur 5-12 tahun. Kepuasaan anak mulai terintegrasi, mereka memasuki masa pubertas dan berhadapan langsung pada tuntutan sosial, seperti suka hubungan dengan kelompoknya atau teman sebaya, dorongan libido mulai mereda. Pada masa sekolah ini, anak sudah banyak bertanya tentang hal seksual melalui interaksi dengan orang dewasa, membaca, atau berfantasi.
3.2.3. Masa Pubertas
Pada masa ini sudah terjadi kematangan fisik dari aspek seksual dan akan terjadi kematangan secara psikososial. Terjadi perubahan secara psikologis ini ditandai dengan adanya perubahan dalam citra tubuh (body image) perhatian yang cukup besar terhadap perubahan fungsi tubuh, pembelajaran tentang perilaku, kondisi sosial, dan perubahan lain, seperti perubahan berat badan, tinggi badan, perkembangan otot, bulu di pubis, buah dada, atau menstruasi bagi wanita. Tahap yang di sebut oleh freud sebagai tahap genital ini terjadi pada umur lebih dari 12 tahun. Kepuasan anak pada tahap ini akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang terhadap lawan jenis.
3.2.4. Masa Dewasa Muda dan Pertengahan Umur
Pada tahap ini perkembangan secara fisik sudah cukup dan seks sekunder mencapai puncaknya, yaitu antara umur 18-30 tahun. Pada masa pertengahan umur terjadi perubahan hormonal; pada wanita di tandai denganpengecilan payudara dan jaringan vagina, penurunan cairan vagina selanjutnya akan terjadi penurunan reaksi erksi; pada pria ditandai dengan penurunan ukuran penis serta penurunan semen. Dari perkembangan psikososial,sudah mulai terjadi hubungan intim antara lawan jenis, proses pernikahan dan memiliki anak, sehingga terjadi perubahan peran.
3.2.5. Masa Dewasa Tua
Perubahan yang terjadi pada tahap ini pada wanita di antaranya adalah atropi pada vagina dan jaringan payudara, penurunan cairan vagina dan penurunan intensitas orgasme pada wanita; sedangkan pada pria akan mengalami penurunan produksi sperma, berkurangnya intesintas orgasme, terlambatnya pencapaian ereksi, dan pembesaran kelenjar prostat.
3.2.6. Masa Dewasa Tua (Lansia)
Seksualitas dalam usia tua beralih dari penekanan pada prokreasi menjadi penekanan pd pertemanan kedekatan fisik komunikasi intim dan hubungan fisik mncri ksenangan (Ebersole & Hess 1994).Tidak ada alasan bagi individu tdk dapat tetap aktif secara seksual sepanjang mereka memilihnya.Hal ini dapat secara efektif dipenuhi dgn mmperthnkn aktifitas seksual scra teratur sepnjng hidup.terutama seks bagi wanita hubungan senggama teratur membantu mmperthnkan elastisitas vagina mncegah atrofi dam mmperthnkan kemampuan untuk lubrikasi. Namun demikian proses penuaan mempengaruhi perilaku seksual. Perubahan fisik yang terjadi bersama proses penuaan harus dijelaskan kepada klien lansia.lansia mngkin juga menghadapi kekuatiran kesehatan yang mmbuat sulit bagi mereka utk melanjutkan aktifitas seksual.dewasa yang menua mungkin harus menyesuaikan tindakan seksual dan berespons terhadap penyakit kronis medikasi sakit dan nyeri atau masalah kesehatan lainnya.

3.3 Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
Berikut ini pedoman wawancara yang baik dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan aspek psikoseksual :
a. menggunakan pendekatan yang jujur dan berdasarkan fakta yang menyadari bahwa klien sedang mempunyai pertanyaan atau masalah seksual
b. Mempertahankan kontak mata dan duduk dekat klien
c. Memberikan waktu yang memadai untuk membahas masalah seksual, jangan terburu-buru
d. Menggunakan pertanyaan yang terbuka, umum dan luas untuk mendapatkan informasi mengenai penngetahuan, persepsi dan dampak penyakit berkaitan dengan seksualitas
e. Jangan mendesak klien untuk membicarakan mengenai seksualitas, biarkan terbuka untuk dibicarakan pada waktu yang akan datang
f. Masalah citra diri, kegiatan hidup sehari-hari dan fungsi sebelum sakit dapat dipakai untuk mulai membahas masalah seksual
g. Amati klien selama interaksi, dapat memberikan informasi tentang masalah ap yang dibahs, bigitu pula masalah apa yang dihindari klien
h. Minta klien untuk mengklarifikasi komunikasi verbal dan nonverbal yang belum jelas
i. Berinisiatif untuk membahas masalah seksual berarti menghargai kjlien sebagai makhluk seksual, memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang masalah seksual.
Perlu dikaji berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk mengekspresikan masalah seksualnya, antara lain :
a. Fantasi, mungkin digunakan untuk meningkatkan kepuasan sekasual
b. Denial, mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik atau ketidakpuasan seksual
c. Rasionalisasi, mungkin digunakan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan tentang motif, perilaku, perasaan dan dorongan seksual
d. Menarik Diri, mungkin dilakukan untuk mengatasi perasaan lemah, perasaan ambivalensi terhadap hubungan intim yang belum terselesaikan secara tuntas.

II. Diagnose dan intervensi
Diagnose Tujuan Intervensi Rasional
Disfungsi seksual resiko tinggi terhadap perubahan struktur tubuh b.d kerusakan saraf
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi selama 2x24Jam klien
mampu untuk mencapai atau menjaga ereksi
KH :
Klien mampuMenyatakanpemahamanperubahananatomi/fungsi

klien mampumengidentifikasikepuasanseksual yangditerima danbeberapaalternatif caramengekspresikan seksual.

Mandiri :

Dengarkan pernyataan klien/orang terdekat.

Kaji
Informasi
klien tentang
anatomi/fungsi seksual
dan
pengaruh
prosedur
pembedahan.
Identifikasi factor budaya/nilai
adanyakonflik.
Bantu pasien untuk menyadari/menerima tahapberduka.
Dorong pasien untuk berbagi pikiran /masalah
Dengan teman
Solusi pemecahan masalah terhadap masalah potensial.
Diskusikan sensasi/ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respon seperti individu biasanya.
Kolaborasi :
Rujuk kekonselor/ahli seksual sesuai kebutuhan
Masalah seksual sering tersembunyi sebagai pernyataan humor.
Menunjukan kesalahan informasi yang mempengaruhi pengambilan keputusan.
Dapat mempengaruhi kembalinya kepuasan hubungan seksual.
Mengakui proses normal kehilangan secara nyata/menerima perubahan dapat meningkatkan koping dan memudahkan resolusi.
Komunikasi terbuka dapat mengidentifikasi area penyesuaian dan peningkatan diskusi dan resolusi.
Membantu klien kembali terhadap hasrat/kepuasan terhadap aktivitas seksual.
Nyeri dapat nyata menyertai atau kehilangan sensori dapat terjadi sehubungan dengan trauma bedah.
Mungkin dibutuhkan bantuan tambahan untuk meningkatkan kepuasan hasil


Gangguan harga diri b.d efek hubungan seksual. Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 Jam klien mampu menyatakan penerimaan diripada situasi dan adaptasi terhadap perubahan pada citra tubuh

Klien mengatakan sudah dapat menerima dalam situasi ini.

Klien terlihat tidak menarik diri dan tidak depresi.
Mandiri :
Berikan waktu untuk mendengan masalah dan ketakutan pasien dan org terdekat.
Diskusikan persepsi diripasien sehubungan dengan antisipasi perubahan dan pola
Hidup khusus.
Kaji stress emosi klien. Identifikasi kehlangan
Pada klien/orang terdekat. Dorong klien untuk mengekspresiakan dengan tepat.
Berikan informasi akurat.

Identifikasi perilaku
Koping positif sebelumnya.

Berikan lingkungan terbuka pada klien untuk mendiskusikan masalah seksualitas.
Perhatikan perilaku menarik diri,mengaggap diri negatif, penggunaan penolakan,atau terlalu mempermasalahkan perubahan aktual yang ada.
Kolaborasi :
Rujuk kekonseling professional sesuai kebutuhan.

-Memberikan
minat dan perhatian

Perawat perlu menyadari apakah arti tindakan ini terhadap klien untuk menghindari tindakan kurang hati-hati atau menyendiri.
Memberikan kesempatanpada klien untuk bertabah dan mengasimilasi informasi.

Membantu dalam membuat kekuatan yang telah ada bagi klien untuk digunakan dalam situasi saat ini.
Meningkatkan saling berbagi keyakinan tentang subjek sensitif dan mengidentifikasi kesalahan konsep yang dapat mempengaruhi penilaian situasi.
Mengidentifikasi tahap kehilangan/kebutuhan intervensi.
Mungkin memerlukan bantuan tambahan untuk mengatasai perasaan kehilangan.


III. Analisa data
Problem etiologi symtomp
Disfungsi seksual resiko tinggi terhadap perubahan struktur tubuh b.d kerusakan saraf Ditandai dengan :
Klien mengatakan tidak dapat ereksi saat melakukan hubungan seksual.
Sebelum kecelakaan,klien tidak mengalami gangguandalam hubunganseksual (ereksi).
Klien merasakan sakitpada bagian penis.
Klien Terlihat adanyakemerahan disekitarpenis

Gangguan harga diri b.d efek hubungan seksual Ditandai dengan :
Klien mengatakan takut tidak dapat membahagiakan istrinya.
Klien mengatakan
Merasa malu pada pasangannya











2 komentar:

  1. Intinya seks bukan sesuatu yang tabu dan jorok, jadi perlu di ketahui dan disiasati dengan baik dan benar

    BalasHapus
  2. Mohon ijin bergabung untuk berbagi info tentang alat bantu yang dapat meningkat kan rangsangan seksual baik pria dan wanita, yang tertarik informasinya bisa di lihat disini: alat stimulasi

    BalasHapus